NEWSTICKER

Bedah Editorial MI: Menggugat Hedonisme Pejabat

N/A • 25 February 2023 08:53

Ketika pejabat pemerintahan yang mengurusi soal pajak lalu bermasalah, apakah masyarakat boleh memboikot tidak membayar pajak? Pertanyaan itu mengemuka hari-hari ini pascapengungkapan kasus penganiayaan yang dilakukan Mario Dandy Satriyo, anak pejabat pajak, terhadap seorang remaja bernama Cristalino David Ozora.

Kini, kasus penganiayaan secara biadab yang dilakukan di Pesanggarahan, Jakarta Selatan, pada 20 Februari itu sudah ditangani polisi. Mario juga telah ditahan dan ditetapkan sebagai tersangka. Namun, buntut dari kasus itu rupanya panjang, seperti membuka tabir tak elok tentang harta dan kekayaan ayah si tersangka, pejabat di Ditjen Pajak Kementerian Keuangan, Rafael Alun Trisambodo, yang mencapai Rp56 miliar.

Tidak cuma itu, setelah kasusnya viral, gaya hidup mewah Mario juga menjadi perhatian publik. Dia acap mempertontonkan gaya hidup mewah melalui media sosial, seperti menunggangi Harley Davidson, memamerkan Jeep Rubicon, yang belakangan diketahui dua tunggangan mahal itu menggunakan nomor polisi palsu dan tidak membayar pajak kendaraan.

Maka, tak henti-hentilah publik mengutuk, mengecam, mencerca laku jahat anak pejabat itu. Bahkan sampai pada satu titik, kemarahan masyarakat berpotensi meruntuhkan kepercayaan mereka terhadap sistem perpajakan di negeri ini. Muncul sinisme, apa pentingnya masyarakat taat membayar pajak kalau uang pajak itu justru dipakai untuk melanggengkan hedonisme pejabat dan keluarganya?

Dengan sedemikian besar magnitude dan kemungkinan ekses yang bakal muncul dari persoalan itu, amat wajar dan pantas bila Menteri Keuangan Sri Mulyani pun geram. Ia tentu cemas kelakuan satu anak buahnya akan membuyarkan semua capaian kinerja gemilang pendapatan pajak yang tahun lalu melampaui target. Gara-gara nila setitik, rusak susu sebelangga.

Sebagai responsnya, Sri Mulyani menggelar konferensi pers untuk menjelaskan sikap tegas institusinya sekaligus mencopot Rafael dari jabatannya. Ia juga memerintahkan Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan memeriksa harta Rafael. Kabar teranyar, Rafael mengundurkan diri sebagai aparatur sipil negara (ASN).

Keputusan cepat dan tegas Menkeu tentu perlu diberi apresiasi. Namun jelas, persoalan tak berhenti di situ. Rafael sangat mungkin bukan satu-satunya pejabat di lingkungan Kementerian Keuangan yang punya kekayaan melimpah nan mencurigakan. Akan tetapi, untuk satu kasus saja kecolongan, bagaimana mau mengawasi banyak orang?

Kinerja pengawasan internal patut dipertanyakan. Bagaimana sesungguhnya evaluasi berkala dari inspektorat jenderal? Bukankah ada laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) yang bisa dipelototi setiap waktu untuk melihat ketidakwajaran antara pendapatan serta profil pegawai dan kekayaan yang dilaporkan?

Publik juga mempertanyakan mengapa setelah kasus mencuat, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) baru menyatakan bakal memeriksa harta kekayaan Rafael. Padahal, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sudah mengirimkan laporan harta kekayaan Rafael ke KPK sejak 2021, setelah menemukan transaksi keuangan yang mencurigakan dalam jumlah besar.
(Devi Amelia)
';