Jakarta: Staf Ahli Utama Pansus BLBI DPD RI Hardjuno Wiwoho mengapresiasi pencapaian yang telah dikerjakan oleh Satgas BLBI terutama dalam keberaniannya membuka kembali masalah yang telah lama diabaikan oleh para pejabat negara sebelum-sebelumnya. Namun, Satgas BLBI diminta hati-hati saat menyatakan nilai sitaan aset.
Sebab, pengalaman dari skandal BLBI aset yang diberikan oleh para obligor ternyata adalah aset bodong alias nilainya jauh dari yang diklaimkan. "Saya meminta Mahfud MD selaku Dewan Pengarah Satgas BLBI untuk hati-hati saat menyatakan nilai sitaan aset," kata Hardjuno, dikutip dari keterangan tertulisnya, Rabu, 7 Juni 2023.
"Sebab, bisa saja aset yang dijaminkan itu tidak sesuai atau bodong alias nilainya jauh dari yang diklaimkan," tambah Hardjuno.
Sebelumnya, Mahfud MD mengklaim memiliki total nilai aset sitaan hingga Rp29,608 triliun. Hardjuno mengingatkan, negara saat itu memberi bantuan BLBI dalam bentuk tunai. Kemudian dibayar para obligor dalam bentuk aset yang ternyata saat aset dilelang oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) nilainya jauh dari yang diklaim oleh para obligor.
"Maka saya mengingatkan, kesalahan fatal BPPN itu bisa terulang lagi oleh Satgas BLBI ini. Mestinya aset tersebut dijual dulu, jadikan tunai, dan masukkan ke kas negara, baru nilainya jelas. Dulu saat BPPN mengurus aset obligor, saat dijual nilai tunainya hanya lima persen dari perkiraan. Fatal dan sangat merugikan rakyat itu," papar Hardjuno.
Hardjuno mencontohkan aset Tommy Soeharto seluas 120 hektare yang disita Satgas BLBI dan diklaim memiliki nilai Rp2,1 triliun, telah dilelang dua kali dan belum juga laku. "Saya baca berita hari ini 6 Juni 2023, aset Tommy Soeharto dikatakan Ketua Satgas BLBI, Rionald Silaban, belum juga laku dilelang. Ini yang saya bilang harus hati-hati," kata Hardjuno.
Menurut Hardjuno klaim nilai aset oleh Satgas BLBI sebesar Rp29,608 triliun tersebut sangat berbahaya dan bisa berimplikasi hukum bagi Satgas BLBI jika nanti ketika dijual aset tersebut ternyata nilainya jauh di bawah yang diklaim.
"Kita tugasnya mengingatkan, dulu pejabat BPPN musti berurusan dengan hukum gara-gara klaim nilai aset itu. Bisa dianggap kongkalikong dengan obligor. Mahfud sebaiknya lebih hati-hati lagi. Lelang saja dulu, baru bisa katakan obligor sudah bayar sekian. Jangan grusak-grusuk," kata Hardjuno.
Sebelumnya, Menkopolhukam Mahfud MD menyampaikan perbedaan hitung-hitungan uang negara yang dipinjam obligor/debitur BLBI bakal diselesaikan Satgas BLBI sampai penghujung masa tugas mereka pada akhir 2023.
"Kami sampai akhir tahun ini akan menyelesaikan selisih perhitungan karena banyak yang datang berbeda menghitungnya, misalnya, kami bilang Rp5 triliun, dia (obligor/debitur) bilang Rp3 triliun. Dia punya bukti perhitungan siapa, dan kami punya bukti tanda tangan di Kantor Menteri Keuangan, ada lagi bukti beda dengan bukti hitungan BPK," kata Mahfud MD.
Dalam acara serah terima aset eks BLBI di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Mahfud menyampaikan Satgas BLBI sejak mulai bekerja pada Juni 2021 sampai dengan Mei 2023 berhasil mengembalikan hampir 30 persen uang negara yang dipinjam para obligor/debitur BLBI dan sudah mencapai Rp30,66 triliun.
"Pencapaian Satgas BLBI ini luar biasa karena ada yang pesimistis 10 persen saja tidak mungkin. Kami sekarang sudah mendapat hampir 30 persen dengan sisa waktu masih enam bulan ke depan," pungkas Mahfud.