Pakar hukum tata negara Denny Indrayana/Metro TV.
Jakarta: Pelapor mengutarakan alasan melaporkan pakar hukum tata negara Denny Indrayana ke Bareskrim Polri soal dugaan berita bohong terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Denny dinilai telah membuat gaduh karena membocorkan hal yang belum pasti tentang sistem pemilu.
"Apa yang dilakukan Denny sudah membuat situasi politik nasional gaduh," kata pelapor Andi Windo Wahidin saat dikonfirmasi, Sabtu, 3 Juni 2023.
Terlebih, kata Andi, pernyataan yang disampaikan Denny merupakan dugaan putusan yang sebenarnya belum dibacakan oleh majelis hakim Mahkamah Konstitusi. Sehingga, terang masih menjadi dokumen rahasia negara yang tidak boleh dibocorkan.
"Juga mencoba mengintervensi dan mempengaruhi Hakim MK, padahal hakim bebas dari pengaruh luar dalam memutus perkara yang ditanganinya," ujar seorang advokat itu.
Menurut Andi, hakim bebas dalam memutus perkara dan mempunyai pertimbangan masing-masing anggota. Denny dianggap sok mengetahui berapa komposisi hakim yang setuju dan yang diatur dalam memutus perkara soal sistem pemilu tersebut.
"Kalau hal seperti ini didiamkan terus tidak baik begini, ini kan ada penumpang gelap dalam berdemokrasi," katanya.
Dalam laporannya, Andi mempersangkakan Denny Pasal 28 Ayat (2) UU No 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU No 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Beleid itu menyatakan setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Andi menyebut persangkaan pasal itu karena Denny telah melakukan ujaran kebencian terhadap lembaga negara dan saling mengadu domba. Lembaga negara yang disebut Denny, seperti MK, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Hakim Konstitusi, Mahkamah Agung (MA), Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, dan Wakil Ketua Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Muhammad Romahurmuziy (Gus Romi).
"Seolah-olah terlapor serba tahu apa yang akan terjadi. Padahal, terlapor saat ini tidak menjadi pihak atau bisa berstatement atas nama lembaga-lembaga tersebut di atas," ungkap Andi.
Andi menyadari setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat. Sesuai amanah Pasal 28 dan Pasal 28E ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Namun, dia menilai apa yang dilakukan Denny tidak termasuk ke dalam regulasi tersebut.
"Ini bukan masalah kebebasan berpendapat, tetapi terlapor tidak punya kapasitas atas statemennya," kata Andi.
Pakar Hukum Tata Negara, Denny Indrayana dilaporkan ke Bareskrim Polri pada Rabu, 31 Mei 2023. Denny dilaporkan buntut menyebut putusan MK terkait sistem pemilu bocor.
"Saat ini sedang dilakukan pendalaman oleh penyidik Bareskrim Polri berdasarkan pada Laporan Polisi Nomor: LP/B/128/V/2023/SPKT/BARESKRIM POLRI," kata Kepala Divisi Humas Polri Irjen Sandi Nugroho dalam keterangan tertulis, Jumat, 2 Juni 2023.
Menurut Sandi, terlapor telah mengunggah tulisan yang diduga mengandung unsur ujaran kebencian mengandung unsur suku, agama ras, dan antargolongan (SARA), berita bohong (hoaks), penghinaan terhadap penguasa dan pembocoran rahasia negara. Dugaan tindak pidana itu dilakukan Denny melalui akun Twitter @dennyindrayana dan akun Instagram @dennyindrayana99.
Denny Indrayana dipersangkakan Pasal 45 A ayat (2) Jo Pasal 28 Ayat (2) UU No 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU No 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan/atau Pasal 14 Ayat (1) dan Ayat (2) dan Pasal 15 UU No 1 tahun 1946 tentang peraturan Hukum Pidana dan/atau Pasal 112 KUHP Pidana dan/atau Pasal 112 KUHP dan/atau Pasal 207 KUHP.
Sebelumnya, Denny Indrayana mengeklaim telah mendapat bocoran informasi terkait putusan MK untuk gugatan UU Pemilu. Dari informasi yang diperolehnya, Denny Indrayana menyebut MK akan memutuskan sistem pemilu kembali ke proporsional tertutup.