- TANAMAN SORGUM PROGRAM JOKOWI MULAI DIPANEN DI LOMBOK TENGAH NTB
- WAPRES PASTIKAN INDONESIA SEGERA KIRIM BANTUAN KEMANUSIAAN GEMPA TURKI
- KBRI ANKARA AKAN EVAKUASI 104 WNI TERDAMPAK GEMPA TURKI DI LIMA LOKASI
- TPNPB-OPM MENGAKU BERTANGGUNG JAWAB ATAS PEMBAKARAN PESAWAT SUSI AIR DI NDUGA
- TPNPB-OPM MENGAKU SANDERA PILOT SUSI AIR KAPTEN PHILIPS ASAL SELANDIA BARU
- KEMENDAGRI DORONG PEMKOT SORONG GENJOT REALISASI APBD SEJAK AWAL TAHUN
- POLRI: PESAWAT SUSI AIR DI NDUGA DIBAKAR KKB PIMPINAN EGIANNUS KOGOYA
- POLRI PREDIKSI BERITA HOAKS DAN POLITIK IDENTITAS MENINGKAT JELANG PEMILU 2024
- PRESIDEN YAKIN PENURUNAN INDEKS PERSEPSI KORUPSI TIDAK PENGARUHI INVESTOR
- KAPOLRI: TIM GABUNGAN TERUS MENCARI PILOT DAN PENUMPANG SUSI AIR DI NDUGA PAPUA
Tag Result: kpu


KPU DIY Target Verifikasi Administrasi Bacaleg Rampung Sepekan Lebih Awal
Nasional • 3 days ago
Sidakam Dinilai Tak Bisa Gantikan Laporan Sumbangan Dana Kampanye
Nasional • 3 days ago
KPU Pastikan Transparansi Laporan Dana Kampanye
Nasional • 4 days ago
Survei: Masyarakat Ingin Pemilu "Coblos Caleg"
Nasional • 4 days agoMahkamah Konstitusi (MK) yang akan memutuskan sistem pemilu menjadi proporsional tertutup kontraproduktif dengan penilaian publik. Selain penolakan oleh 8 fraksi di Parlemen, terbaru hasil survei indikator politik menyebutkan 80% lebih warga menginginkan sistem pemilu terbuka, memilih calon wakil rakyat secara langsung.
Penolakan terhadap sistem pemilu tertutup tak hanya datang dari mayoritas partai politik yang berada di Senayan, minus PDI Perjuangan. Namun, sejumlah survei juga memotret pendapat masyarakat yang mayoritas juga menolak sistem proporsional tertutup atau coblos lambang partai.
Hasil Survei Indikator Politik Indonesia membuktikan, 80,6% masyarakat setuju dengan sistem proporsional terbuka pada pemilu 2024. Mereka yang menginginkan memilih wakil rakyat langsung, datang dari segala segmen demografi dan konstituan politik. Sementara hanya 11,7% yang setuju dengan sistem pemilu tertutup.
Bahkan dalam temuan survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) awal Mei 2023 menunjukan, 72% warga menginginkan anggota parlemen ditentukan oleh pemilih secara langsung. Temuan tersebut konsisten setelah dilakukan survei sebanyak tiga kali yakni, Januari, Februari dan Mei 2023. Mayoritas pemilih PDIP yang notabennya menghendaki sistem pemilu tertutup justru mendukung sistem proporsional terbuka.

KPU: LPSDK Dihapus Karena Tidak Diatur dalam UU Pemilu
Nasional • 4 days agoKomisi Pemilihan Umum beralasan, terbatasnya masa kampanye membuat aturan Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye (LPSDK) tidak diatur dalam undang-undang pemilu.
"LPSDK dihapus karena tidak diatur dalam UU Pemilu. Masa kampanye mengakibatkan sulitnya menempatkan jadwal penyampaian LPSDK." kata Komisioner KPU Idham Holik
Komisioner KPU Idham Holik menjelaskan, terbatasnya masa kampanye pemilu 2024 membuat penyampaian LPSDK sulit ditentukan, mengingat masa kampanye pemilu 2024 yang berlangsung selama lima bulan dari November 2023 hingga Februari 2024.
Idham menjelaskan, penghapusan LPSDK tersebut dilakukan melalui berbagai pertimbangan, namun Idham menegaskan informasi dari LPSDK sudah tercantum dalam laporan awal dana kampanye dan laporan penerimaan pengeluaran dana kampanye.
"Muatan informasi LPSDK sudah tercantum dalam laporan awal dana kampanye (LADK) dan laporan penerimaan pengeluaran dana kampanye (LPPDK)." tegas Idham Holik
Idham tetap mengimbau penyumbang dana kampanye harus dari kelompok yang berbadan hukum, hal ini ditinjau bersama dengan PPATK.

Penghapusan LPSDK oleh KPU Dinilai Sebuah Kemunduran
Nasional • 4 days agoPenghapusan Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye (LPSDK) oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), dinilai sejumlah pengamat merupakan suatu kemunduran. Dengan dihapusnya LPSDK, maka peserta pemilu hanya melaporkan laporan dana kampanye dan laporan penerimaan pengeluaran dana kampanye.
Direktur Eksekutif Perludem Khoirunnisa mengatakan, penghapusan LPSDK adalah sebuah kemunduran karena tidak diatur dalam undang-undang pemilu.
"Sebuah kemunduran ya, kalau alasannya adalah karena tidak diatur dalam undang-undang pemilu," ucap Direktur Eksekutif Perludem Khoirunnisa.
Khoirunnisa juga mengatakan, dalam pemilu sebelumnya terdapat tiga tahap yaitu, laporan awal dana kampanye, laporan penerimaan sumbangan dana kampanye dan laporan penerimaan dan pengeluaran dana kampanye.
Dari tiga tahap laporan tersebut menjadi kontrol bagi pemilih ntuk mempertimbangkan indikator dalam membuat keputusan pilihan.

Alasan KPU Hapus Kewajiban Laporan Sumbangan Dana Kampanye
Nasional • 4 days ago
KPU Hapus Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye
Nasional • 5 days agoPenghapusan laporan penerimaan sumbangan dana kampanye (LPSDK) oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) dinilai oleh sejumlah pengamat merupakan suatu kemunduran. Dengan dihapusnya LPSDK maka peserta pemilu hanya melaporkan laporan dana kampanye dan laporan penerimaan pengeluaran dana kampanye.
Diketahui LPDSK sudah dilakukan sejak pemilu 2014, namun dihapus di 2024. menanggapi hal tersebut, Direktur Eksekutif Perludem Khoirunnisa mengatakan ini adalah sebuah kemunduran karena tidak diatur dalam undang-undang pemilu.
Khoirunnisa mengatakan, dalam pemilu sebelumnya terdapat tiga tahap yakni, laporan awal dana kampanye, laporan penerimaan sumbangan dana kampanye dan laporan penerimaan dan pengeluaran dana kampanye. Dari tiga tahap laporan tersebut, menjadi kontrol bagi pemilih untuk mempertimbangkan indikator dalam membuat keputusan pilihan.
"Kalau di pemilu sebelumnya ada tiga tahapan yaitu laporan dana kampanye, laporan penerimaan sumbangan dana kampanye dan laporan penerimaan dan pengeluaran dana kampanye," jelas Direktur Eksekutif Perludem Khoirunnisa.

KPU Hapus LPDSK Pemilu 2024
Nasional • 5 days agoKomisi Pemilihan Umum (KPU) akan menghapus Laporan Penerimaan Dana Sumbangan Kampanye (LPDSK) pada penyelenggaraan Pemilu 2024. Komisioner KPU menyatakan bahwa LPDSK dihapus karena tidak diatur dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilihan umum.
Komisioner KPU, Idham Holik menjelaskan bahwa LPDSK dihapus karena bersinggungan dengan masa kampanye Pemilu 2024 yang terlalu singkat. Selain itu, juga menyulitkan KPU untuk bisa menempatkan jadwal penyampaian LPDSK.
KPU berdalih, bahwa penghapusan LPDSK tidak akan mempengaruhi jalannya proses pemilu. Karena, informasi terkait dana kampanye sudah tercantum dalam laporan awal dana kampanye, serta laporan penerimaan pengeluaran dana kampanye.
Menurut KPU, keputusan penghapusan LPDSK sudah ditinjau bersama dan berdasarkan rekomendasi langsung dari PPATK.

Koalisi Masyarakat Sipil: KPU Mengubrak-Abrik Integritas Pemilu!
Nasional • 5 days ago
Parpol Peserta Pemilu 2024 Diperbolehkan Miliki 20 Akun Medsos untuk Kampanye
Nasional • 6 days ago
Laporan Sumbangan Dana Kampanye Dihapus, NasDem Kritik KPU
Nasional • 7 days ago
Filosofi dan Makna Maskot Pemilu 2024
Nasional • 8 days ago
Mengenal 3 Sistem Pemilihan Umum di Dunia
Nasional • 9 days ago
Polemik Gugatan Sistem Pemilu, KPU Pastikan Ikuti Putusan MK
Nasional • 10 days ago
KPU Dorong Masyarakat Pakai Hak Pilihnya di Pemilu 2024
Nasional • 10 days ago
KPU Masih Tunggu Keputusan MK
Nasional • 11 days agoKetua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari mengatakan, KPU akan ikut apa yang menjadi keputusan Mahkamah Konstitusi (MK). KPU juga masih menunggu keputusan MK.
"Memonitor perkembangan di media masa, tetapi soal apakah sudah putus atau belum KPU pegangannya adalah nanti pada saat putusan MK dibacakan. Karena dari situlah kita mengetahui itulah yang benar." ucap Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari.
Saat ini, KPU masih menjalankan prosedur pemilu legislatif sesuai dengan mekanisme proporsional terbuka.
Sebelumnya, mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham), Denny Indrayana, mengaku mendapat informasi mengenai putusan MK perihal sistem pemilu legislatif yang akan kembali ke sistem proporsional tertutup atau coblos partai. Putusan tersebut, kata Denny, diwarnai perbedaan pendapat atau dissenting opinion di MK.

3 Rancangan PKPU Disetujui
Nasional • 11 days ago
Penyelenggara Pemilu Diminta Serius Bekerja, Kenapa?
Nasional • 12 days ago
Denny Indrayana Klaim Dapat Bocoran Putusan MK soal Sistem Pemilu
Nasional • 12 days agoDugaan kebocoran hasil putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal sistem proporsional Pemilu, seperti yang dilontarkan oleh Denny Indrayana telah menimbulkan kegusaran banyak pihak. Namun, KPU sebagai penyelenggara pemilu lebih memilih menunggu hasil final, saat putusan dibacakan oleh MK.
Pakar hukum tata negara, yang juga mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana mengaku memperoleh informasi penting mengenai gugatan Undang-Undang Nomor 7/2017 Tentang Pemilu Sistem Proporsional Terbuka yang kasusnya sedang bersidang di Mahkamah Konstitusi (MK).
Denny menyebut MK akan mengabulkan sistem pemilu kembali menjadi proporsional tertutup alias coblos logo partai politik. Denny mengaku mendapat informasi penting ini bukan dari hakim MK, melainkan dari sumber yang dipercaya kredibilitasnya.
Berdasarkan info yang diterimanya, ada enam hakim MK yang akan setuju untuk mengembalikan sistem pemilu ke proporsional tertutup. Sementara tiga hakim MK lainnya akan menyatakan dissenting opinion.
Denny menambahkan, jika keputusan tersebut betul diambil oleh MK, maka dikhawatirkan akan mengganggu persiapan Pemilu 2024 yang sudah berjalan di KPU.
Menanggapi temuan Denny Indrayana, Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari menyatakan hingga kini pihaknya masih menanti putusan MK yang sebenarnya.
KPU akan terus mengikuti perkembangan terkait informasi-informasi tersebut, dan meminta penyebar informasi soal sistem pemilu dapat memberikan klarifikasi.
Seperti diketahui gugatan atas beberapa pasal di Undang-Undang Nomor 7/2017 Tentang Pemilu sedang diuji di MK. Salah satu gugatan yang dilayangkan adalah pasal yang mengatur soal sistem pemilu.
Gugatan diajukan oleh enam orang, yakni Demas Brian Wicaksono, Yuwono Pintadi, Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, dan Nono Marijono.
Sementara dari sembilan partai di parlemen, hanya PDI Perjuangan yang mendukung diterapkannya sistem coblos partai. Sedangkan delapan fraksi lainnya, yakni Partai NasDem, Golkar, Gerindra, PKB, PAN, PKS, Demokrat, dan PPP menolak wacana tersebut.

KPU Gandeng PPATK Cegah Adanya Aliran Dana Ilegal Kampanye
Nasional • 12 days agoPPATK akan menindaklanjuti temuan indikasi pidana transaksi keuangan

Progres Verifikasi Administrasi Bacaleg 18 Parpol Sudah 32%
Nasional • 12 days ago
Bawaslu dan DKPP Tinjau Verifikasi Administrasi Dokumen Bacaleg Pemilu 2024
Nasional • 12 days agoBadan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) meninjau kegiatan verifikasi administrasi dokumen persyaratan bakal calon legislatif pemilu 2024 yang dilakukan oleh KPU Pusat, Senin (29/5/2023).
Proses peninjauan terhadap verifikasi administrasi dokumen persyaratan bakal calon legislatif Pemilu 2024 dilakukan langsung oleh Ketua KPU Hasyim Asyari dan pimpinan Bawaslu Rahmat Bagja serta Ketua DKPP yakni Heddy Lugito.
Usai meninjau, pihak KPU, Bawaslu serta DKPP menggelar konferensi pers. Hingga saat ini, proses verifikasi terhadap bakal calon legislatif sudah mencapai 32%.
Pihak KPU mengerahkan enam tim untuk memeriksa dokumen persyaratan 18 parpol yang sudah menjadi mendaftar sebagai peserta Pemilu 2024. Setiap tim saat ini masing-masing sudah menyelesaikan proses verifikasi terhadap satu partai politik.
Diketahui, proses verifikasi administrasi dokumen persyaratan bakal calon legislatif Pemilu 2024 digelar dari 15 Mei 2023 hingga 23 Juni 2023. Nantinya, KPU akan memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk memberikan tanggapan soal daftar calon sementara yang telah dirilis oleh KPU pada 19-28 Agustus 2023.

Eks PPATK Kritik Hilangnya Kewajiban Caleg Serahkan LHKPN dalam PKPU
Nasional • 12 days agoKPU tak melakukan unsur pencegahan terjadinya korupsi ketika bacaleg itu terpilih.

ICW Nilai 3 Poin di PKPU Tak Selaras dengan Putusan MK
Nasional • 12 days agoIndonesian Corruption Watch (ICW) mencatat adanya tiga permasalahan dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU). Aturan itu dinilai berseberangan dengan putusan MK.
ICW menilai bahwa PKPU Nomor 10 Tahun 2023 dan Nomor 11 Tahun 2023 berpotensi mengikis nilai independensi bahkan merusak asas Pemilu.
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana menyebutkan ada tiga masalah dalam PKPU yaitu peraturan mengenai mantan narapidana korupsi tidak perlu menunggu lima tahun untuk mencalonkan diri setelah dipenjara. Lalu tidak adanya kewajiban calon legislatif untuk melaporkan harta kekayaan. Terakhir, berkurangnya keterwakilan perempuan dalam proses pemilihan calon anggota legislatif.
Kurnia menambahkan bahwa ketiga hal tersebut berpotensi menyalahgunakan kepercayaan publik pada lembaga penyelenggara negara. Ia berharap KPU bisa mengkaji ulang PKPU Nomor 10 dan 11 Tahun 2023 agar bisa selaras dengan putusan MK.

ICW Catat Ada 3 Masalah Serius di PKPU
Nasional • 12 days ago
KPU Buka Ruang Sumbangan Kampanye Pakai Dompet Digital
Nasional • 13 days ago
KPU Ngeyel soal Keterwakilan Perempuan Meski Sudah Disentil DPR-MPR
Nasional • 14 days ago